Klasifikasi:
Regnum: Plantae
Divisio: Spermatophyta
Sub Divisio: Angiospermae
Kelas: Dicotyledoneae
Sub Kelas: Dialypetalae
Bangsa: Sapindales
Famili: Sapindaceae
Genus: Pometia
Spesies: Pometia
pinnata
Matoa (Pometia Pinnata) adalah tanaman khas Papua dan
menjadi flora identitas Provinsi Papua Barat. Matoa termasuk ke dalam famili
Sapindaceae. Pohon matoa dapat tumbuh tinggi dan memiliki kayu yang cukup
keras. Tinggi pohon 50 m, akar papan tingginya mencapai 5 m, daun majemuk
berseling, bersirip genap, tangkai daun panjang ± 1 m, anak daun 4 - 13 pasang
bentuknya bundar memanjang dengan tepi yang bergerigi. Mahkota bunga agak
berbulu pada bagian luar, kelopak bunga agak menyatu.
Buahnya berbentuk bulat melonjong seukuran telur puyuh
atau buah pinang (keluarga Palem) dengan panjang 1,5-5 cm dan berdiameter 1-3
cm, kulit licin berwarna coklat kemerahan bila masak (kalau masih muda berwarna
kuning kehijauan, ada juga yang menyebut hijau-kekuningan). Kulit ari putih
bening melekat pada biji, manis dan harum. Rasa buahnya "ramai", dan
susah didefinisikan.
Coba saja tanya kepada yang pernah memakannya, maka
ada yang bilang rasanya masin, seperti antara rasa buah leci dan buah rambutan.
Ada juga yang merasakannya sangat manis seperti buah kelengkeng. Ada yang
bilang manis legit. Ada lagi yang merasakan aromanya seperti antara buah kelengkeng
dan durian. Pendeknya, buah matoa berasa enak, kata mereka yang suka.
Tanaman ini mudah diperbanyak/ dikembangbiakkan
melalui biji, dan cara lain seperti cangkok serta okulasi. Matoa tumbuh di
daerah yang sejuk atau dengan kata lain lebih mudah tumbuh di pada ketinggian
900 - 1700 m dpl, topografi datar atau miring, meskipun dapat pula tumbuh di
dataran rendah, dengan waktu berbunga bulan Juli - Agustus dan berbuah pada
bulan November - Februari.
Selama ini orang mengenal buah matoa berasal dari Papua,
padahal sebenarnya pohon matoa tumbuh juga di Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan
Jawa pada ketinggian hingga sekitar 1.400 meter di atas permukaan laut. Selain
di Indonesia pohon matoa juga tumbuh di Malaysia, tentunya juga di Papua New
Guinea (belahan timurnya Papua), serta di daerah tropis Australia.
Di Papua sendiri pohon matoa sebenarnya tumbuh secara
liar di hutan-hutan. Ini adalah sejenis tumbuhan rambutan, atau dalam ilmu
biologi disebut berasal dari keluarga rambutan-rambutanan (Sapindaceae). Sedangkan
jenisnya dalam bahasa latin disebut pometia pinnata. Di Papua New Guinea, buah
matoa dikenal dengan sebutan taun. Sedangkan di daerah-daerah lainnya,
sebutannya juga bermacam-macam, antara lain: ganggo, jagir, jampania, kasai,
kase, kungkil, lamusi, lanteneng, lengsar, mutoa, pakam, sapen, tawan, tawang
dan wusel. Artinya, buah ini sebenarnya juga dijumpai di daerah-daerah lain di
Indonesia. Oleh karena itu, meskipun orang lebih mengenai buah matoa ini
berasal dari Papua, namun jangan heran kalau di sebuah shopping center di Yogya
Anda akan menjumpai buah matoa dari Temanggung. Dari pohon matoa, selain
diambil buahnya, batang kayunya juga sangat bermanfaat dan bernilai ekonomis.
Tinggi pohonnya dapat mencapai 40-50 meter dengan
ukuran diameter batangnya dapat mencapai 1 meter hingga 1.8 meter. Batang kayu
pohon matoa termasuk keras tetapi mudah dikerjakan. Banyak dimanfaatkan sebagai
papan, bahan lantai, bahan bangunan, perabot rumah tangga, dsb. yang ternyata
tampilan kayunya juga cukup indah.
Maka, dapat dimaklumi kalau umumnya masyarakat Papua akan dengan bangga menyebut buah matoa sebagai buah khasnya propinsi Papua. Pohon ini berbunga sepanjang tahun, maka pohon matoa pun dapat dikatakan berbuah hampir sepanjang waktu. Oleh karena itu, buah matoa relatif mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional di Papua.
Maka, dapat dimaklumi kalau umumnya masyarakat Papua akan dengan bangga menyebut buah matoa sebagai buah khasnya propinsi Papua. Pohon ini berbunga sepanjang tahun, maka pohon matoa pun dapat dikatakan berbuah hampir sepanjang waktu. Oleh karena itu, buah matoa relatif mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional di Papua.
sumber :
matoaindonesia.multiply.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar