Lir Ilir
]Lir ilir
lir ilir tanduré wis sumilir
Tak ijo royo – royo taksengguh temantèn anyar
Bocah angon bocah angon pènèkna blimbing kuwi
Lunyu – lunyu pènèkna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumitir bedhahing pinggir
Dondomona jlumatana kanggo séba mengko soré
Mumpung padhang rembulané
Mumpung jembar kalangané
Ya suraka surak horé
Lagu ini konon kabarnya merupakan ciptaan sunan Kalijaga, ada juga
yang berpendapat hasil karya sunan Bonang, lirik tembang atau lagu ini
dulunya diciptakan untuk mediasi dan wahana dakwah Islam oléh para Walisanga,
pendekatan budaya seperti ini dilakukan karena masyarakat Jawa kala itu masih
kuat dengan tradisi Hindu. Maka untuk menyampaikan ajaran Islam di tengah –
tengah masyarakat Jawa, maka dirasa perlu untuk mendekatinya melalui budaya
salah satunya adalah melalui bahasa Jawa itu sendiri. Sebenarnya yang ingin
disampaikan dalam lirik lagu tersebut adalah ;
Secara
garis besar bisa ditarik kesimpulan begini :
Lirik ini
mengabarkan dan mengajak kepada masyarakat Jawa tentang berita gembira telah
datangnya nabi terakhir yaitu Muhammad dangan membawa ajaran tauhid ISLAM,
yang siapapun berhak dan bisa mengimaninya tanpa ada perbedaan kasta,
kedudukan, kekayaan, karena dalam Islam setiap manusia sama di hadapan Allah
hanya ketaqwaan lah yang membedakannya, selagi manusia masih bernafas maka
pintu hidayah dan pintu tobat akan selalu terbuka.
|
Tampilkan postingan dengan label Java Personalizzato. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Java Personalizzato. Tampilkan semua postingan
Kamis, 19 Juli 2012
Arti Tembang Lir Ilir
11 Jenis Tembang Macapat
Kata tembang
‘nyanyian’ bersinonim dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal
dari kawi ( bahasa sansekerta ) yang berarti penyair. Kakawin berarti syair,
gubahan, kidung, nyanyian ( Mardiwarsito, 1981 :274 ).Kata kidung berarti
nyanyian sudah dikenal sejak terciptanya karya sastra jawa kuno. Sedangkan
kata tembang baru di jumpai dalam karya sastra jawa baru. Kemudian kata
kakawin, kidung dan tembang digunakan sebagai sebutan bentuk puisi jawa
secara kronologis. Kakawin merupakan sebutan puisi jawa kuno berdasarkan
metrum India, Kidung sebagi sebutan puisi jawa pertengahan berdasarkan metrum
Jawa dan tembang adalah sebutan puisi jawa baru berdasarkan metrum Jawa.
Berkaitan dengan kata tembang muncul kata macapat yang kemudian digabung menjadi tembang macapat. Kata macapat diperkirakan bukan berasal dari bahasa jawa kuno atau kawi dan bukan berasal dari bahasa jawa pertengahan atau jawa madya, melainkan berasal dari bahasa jawa baru ( Danusuprapta, 1981 : 151 ). Bahasa jawa baru adalah bahasa yang digunakan dalam karya sastra jawa pada akhir abad XVI masehi. Arti macapat menurut Poerwardarminta, adalah berarti tembang yang biasa digunakan atau terdapat dalam kitab-kitab jawa baru. Karseno Saputra mendefinisikan :"Macapat adalah karya sastra berbahasa jawa baru berbentuk puisi yang disusun menurut kaidah-kaidah tertentu meliputi guru gatra, guru lagu dan guru wilangan. ( Saputra, 1992 : 8). Menurut Budya Pradita :" macapat adalah puisi tradisi jawa yang ditembangkan secara vokal. Tanpa iringan instrumen apapun dengan patokan-patokan tertentu, meliputi patokan tembang dan patokan sastra." ( Purna, 1996 :3 ) Jadi dapat diambil kesimpulan berdasarkan definisi diatas, yang disebut tembang macapat adalah bentuk tembang yang merupakan bentuk puisijawa tradisional yang menggunakan bahasa jawa baru dengan memiliki aturan-aturan atau patokan-patokan sastra jawa
Ada beberapa
jenis tembang macapat. masing-masing jenis tembang tersebut memiliki aturan
berupa guru lagu dan guru wilangan masing-masing yang berbeda-beda. Yang
paling dikenal umum ada 11 jenis tembang macapat. Yaitu, Pucung, Megatruh,
Pangkur, Dangdanggula, dll. Lebih lengkap nya sebagai berikut:
1. Pangkur berasal dari nama punggawa dalam kalangan kependetaan
seperti tercantum dalam piagam-piagam berbahasa jawa kuno. Dalam Serat
Purwaukara, Pangkur diberiarti buntut atau ekor. Oleh karena itu Pangkur
kadang-kadang diberi sasmita atau isyarat tut pungkur berarti mengekor dan
tut wuntat berarti mengikuti.
2. Maskumambang berasal dari kata mas dan kumambang. Mas dari kata
Premas yaitu punggawa dalam upacara Shaministis. Kumambang dari kata Kambang
dengan sisipan – um. Kambang dari kata Ka- dan Ambang. Kambangselain berarti
terapung, juga berarti Kamwang atau kembang. Ambang ada kaitannya dengan
Ambangse yang berarti menembang atau mengidung. Dengan demikian, Maskumambang
dapat diberi arti punggawa yang melaksanakan upacara Shamanistis, mengucap
mantra atau lafal dengan menembang disertai sajian bunga. Dalam Serat
Purwaukara, Maskumambang diberi arti Ulam Toya yang berari ikan air tawar,
sehingga kadang-kadang di isyaratkan dengan lukisan atau ikan berenang.
3. Sinom ada hubungannya dengan kata Sinoman, yaitu perkumpulan para
pemuda untuk membantu orang punya hajat. Pendapat lain menyatakan bahwa Sinom
ada kaitannya dengan upacara-upacara bagi anak-anak muada zaman dahulu. Dalam
Serat Purwaukara, Sinom diberi arti seskaring rambut yang berarti anak
rambut. Selain itu, Sinom juga diartikan daun muda sehingga kadang-kadang
diberi isyarat dengan lukisan daun muda.
4. Asmaradana berasal dari kata Asmara dan Dhana. Asmara adalah nama
dewa percintaan. Dhana berasal dari kata Dahana yang berarti api. Nama
Asmaradana berkaitan denga peristiwa hangusnya dewa Asmara oleh sorot mata
ketiga dewa Siwa seperti disebutkan dalam kakawin Smaradhana karya Mpu
Darmaja. Dalam Serat Purwaukara, Smarandana diberi arti remen ing paweweh,
berarti suka memberi.
5. Dhangdhanggula diambil dari nama kata raja Kediri, Prabu
Dhandhanggendis yang terkenal sesudah prabu Jayabaya. Dalam Serat Purwaukara,
Dhandhanggula diberi arti ngajeng-ajeng kasaean, bermakna menanti-nanti
kebaikan.
6. Durma dari kata jawa klasik yang berarti harimau. Sesuai dengan
arti itu, tembangDurma berwatak atau biasa diguanakan dalam suasana seram.
7. Mijil berarti keluar. Selain itu , Mijil ada hubungannya dengan
Wijil yang bersinonim dengan lawang atau pintu. Kata Lawang juga berarti nama
sejenis tumbuh-tumbuhan yang bunganya berbau wangi. Bunga tumbuh-tumbuhan itu
dalam bahasa latin disebut heritiera littoralis.
8. Kinanthi berarti bergandengan, teman, nama zat atau benda , nama bunga. Sesuai arti
itu, tembang Kinanthi berwatak atau biasa digunakan dalam suasana mesra dan
senang.
9. Gambuh berarti ronggeng, tahu, terbiasa, nama tetumbuhan.
Berkenaan dengan hal itu, tembang Gambuh berwatak atau biasa diguanakan dalam
suasana tidak ragu-ragu.
10.
Pucung adalah nama biji
kepayang, yang dalam bahasa latin disebut Pengium edule. Dalam Serat
Purwaukara, Pucung berarti kudhuping gegodhongan ( kuncup dedaunan ) yang
biasanya tampak segar. Ucapan cung dalam Pucung cenderung mengacu pada
hal-hal yang bersifat lucu, yang menimbulkan kesegaran, misalnya kucung dan
kacung. Sehingga tembang Pucung berwatak atau biasa digunakan dalam suasana
santai.
11.
Megatruh berasal dari awalan
am, pega dan ruh. Pegat berarti putus, tamat, pisah, cerai. Dan ruh berarti
roh. Dalam Serat Purwaukara, Megatruh diberi arti mbucal kan sarwa ala (
membuang yang serba jelek ). Pegat ada hubungannya dengan peget yang berarti
istana, tempat tinggal. Pameget atau pamegat yang berarti jabatan. Samgat
atau samget berarti jabatan ahli, guru agama. Dengan demikian, Megatruh
berarti petugs yang ahli dalam kerohanian yang selalu menghindari perbuatan
jahat. Ada pula yang memasukkan tembang gede dan tembang tengahan ke
dalam macapat. Tembang-tembang tersebut antara lain
a. Wirangrong berarti trenyuh ( sedih ), nelangsa ( penuh derita ),
kapirangu ( ragu-ragu ),.Namun dalam teks sastra, Wirangrong digunakan dalam
suasana berwibawa.
b. Jurudemung berasal dari kata juru yang berarti tukang, penabuh,
dan demung yang berarti nama sebuah perlengkapan gamelan. Dengan demikian,
Jurudemung dapat berarti penabuh gamelan. Dalam Serat Purwaukara, Jurudemung
diberi arti lelinggir kang landep atau sanding (pisau) yang tajam.
c. Girisa berarti arik (tenang), wedi (takut), giris (ngeri). Girisa
yang berasal dari bahasa Sansekerta, Girica adalah nama dewa Siwa yang
bertahta di gunung atau dewa gunung, sehingga disebut Hyang Girinata. Dalam
Serat Purwaukara, Girisa diberi arti boten sarwa wegah, bermakna tidak serba
enggan, sehingga mempunyai watak selalu ingat.
d. Balabak, dalam Serat Purwaukara diberi arti kasilap atau terbenam.
Apabila dihubungkan dengan kata bala dan baka, Balabak dapat berarti pasukan
atau kelompok burung Bangau. Apabila terbang, pasukan burung Bangau tampak
santai. Oleh karena itu tembang Balabak berwatak atau biasa digunakan dalam
suasana santa
( sumber
www.macapat.4t.com)
|
Langganan:
Postingan (Atom)