Pohon Darah
Naga atau Dracaena Cinnabari merupakan tanaman terkenal dan khas pulau Socotra. Pohon itu adalah salah satu fitur ikon Socotra alam. Disebut demikian karena merah getah pohon
yang menghasilkan. Tanaman
ini memiliki daun panjang dan kaku dan bentuk payung terbalik. Daun mengukur
sampai 60 cm panjang dan lebar 3 sentimeter. Batang dan cabang, dengan dua
bagian untuk masing-masing cabang, yang gemuk dan tebal. resin merah gelap
dikenal sebagai darah naga sangat dihargai sepanjang sejarah kuno. Pada bulan
Februari, pada akhir cabang-cabang, ada banyak bunga putih atau hijau
inflorescent. Dibutuhkan buah sekitar lima bulan untuk benar-benar matang
dalam warna oranye-merah. Namun, tanaman ini berada di bawah tekanan karena
berlebihan untuk merumput, woodcutting, dan pembangunan infrastruktur.
Bintaro
(Cerbera manghas) adalah tumbuhan pantai atau paya berupa pohon dengan
ketinggian dapat mencapai 12m. Dikenal di Pasifik dengan nama leva (Samoa),
toto (Tonga), serta vasa (Fiji).Daunnya
berbentuk bulat telur, berwarna hijau tua, yang tersusun berselingan. Bunganya harum dengan mahkota
berdiameter 3-5cm berbentuk terompet dengan pangkal merah muda. Benang sari
berjumlah lima dan posisi bakal buah tinggi. Buah berbentuk telur, panjang
5-10cm, dan berwarna merah cerah jika masak. Penyebarannya secara alami di daerah tropis Indo Pasifik, dari Seychelles
hingga Polinesia Perancis. Bintaro sering kali merupakan bagian dari
ekosistem hutan mangrove. Di Indonesia bintaro sekarang digunakan sebagai
tumbuhan penghijauan daerah pantai serta peneduh kota. Daun dan buahnya
mengandung bahan yang memengaruhi jantung, suatu glikosida yang disebut
cerberin, yang sangat beracun. Getahnya sejak dulu dipakai sebagai racun
panah/tulup untuk berburu. Racunnya dilaporkan dipakai untuk bunuh diri atau
membunuh orang. Nama ilmiah Cerberus diambil dari nama anjing berkepala
sepuluh dalam mitologi Yunani.
Pohon bodhi
(Ficus religiosa L., suku ara-araan atau Moraceae) adalah pohon yang dikenal
dalam agama Buddha sebagai tempat Sang Buddha Gautama bersemedi dan
memperoleh pencerahan. Pohon ini dipandang suci oleh penganut agama Hindu,
Buddha, dan Jainisme. Di Candi Borobudur terdapat pohon bodhi yang merupakan keturunan
langsung dari pohon induk yang terdapat di Bodhgaya, India, tempat Sang
Buddha memperoleh pencerahan.
Bungur
(Lagerstroemia) adalah sejenis tumbuhan berwujud pohon atau perdu yang
dikenal sebagai pohon peneduh jalan atau pekarangan. Bunganya berwarna merah
jambu, bila mekar bersama-sama akan tampak indah.Perbanyakan anakannya dari
biji yang keluar setelah proses pembungaan selesai. Bijinya berbentuk bulat
berwarna coklat sebesar kelereng. Selain itu bisa juga diperbanyak dengan
pencangkokan.Ada dua jenis bungur yang populer sebagai tanaman hias pekarangan:
bungur biasa/besar/kebo (L. speciosa), pohon besar mencapai 8m, dan bungur
jepang (L. faurieri, L. indica, dan hibrida keduanya) yang lebih kecil,
berbentuk perdu. Bungur besar dulu juga banyak ditanam di pekuburan. Kini
selain ditanam sengaja di pinggir jalan raya dan halaman rumah, juga banyak
tumbuh liar di tepian sungai.
Suku
cemara-cemaraan atau Casuarinaceae meliputi sekitar 70 jenis tetumbuhan.
Sebagian besar suku ini terdapat di Belahan Bumi Selatan, terutama di wilayah
tropis Dunia Lama, termasuk Indo-Malaysia, Australia, dan Kepulauan
Pasifik.Cemara sendiri merupakan tetumbuhan hijau abadi yang sepintas lalu
dapat disangka sebagai tusam karena rantingnya yang beruas pada dahan besar
kelihatan seperti jarum, dan buahnya mirip runjung kecil. Namun kenyataannya
pepohonan ini bukan termasuk Gymnospermae, sehingga mempunyai bunga, baik
jantan maupun betina. Bunga
betinanya nampak seperti berkas rambut, kecil dan kemerah-merahan. Cemara
Udang Casuarina equisetifoliaCemara adalah pohon yang sangat artistik untuk
penataan sebuah taman. Dibentuk sedemikian rupa dalam gaya seni jepang yang
bernama bonsai. Jenis cemara asli Indonesia untuk dibuat bonsai yang paling
bagus adalah cemara udang, berasal dari daerah Madura, Jawa Timur.
Beringin
(Ficus benjamina dan beberapa jenis lain, suku ara-araan atau Moraceae)
sangat akrab dengan budaya asli Indonesia. Tumbuhan berbentuk pohon besar ini sering kali
dianggap suci dan melindungi penduduk setempat. Sesaji sering diberikan di
bawah pohon beringin yang telah tua dan berukuran besar karena dianggap
sebagai tempat kekuatan magis berkumpul. Beberapa orang menganggap tempat di
sekitar pohon beringin adalah tempat yang “angker” dan perlu
dijauhi.Beringin, yang disebut juga waringin atau (agak keliru) ara (ki ara,
ki berarti “pohon”), dikenal sebagai tumbuhan pekarangan dan tumbuhan hias
pot. Pemulia telah mengembangkan beringin berdaun loreng (variegata) yang
populer sebagai tanaman hias ruangan. Beringin juga sering digunakan sebagai
objek bonsai.Pohon bodhi sering dipertukarkan dengan beringin, meskipun
keduanya adalah jenis yang berbeda.
Ketapang atau
katapang (Terminalia catappa) adalah nama sejenis pohon tepi pantai yang
rindang. Lekas tumbuh dan membentuk tajuk indah bertingkat-tingkat, ketapang
kerap dijadikan pohon peneduh di taman-taman dan tepi jalan. Selain nama
ketapang dengan pelbagai variasi dialeknya (misalnya Bat.: hatapang; Nias:
katafa; Mink.: katapieng; Teupah: lahapang; Tim.: ketapas; Bug.: atapang;
dll.), pohon ini juga memiliki banyak sebutan seperti talisei, tarisei,
salrisé (Sulut); tiliso, tiliho, ngusu (Maluku Utara); sarisa, sirisa,
sirisal, sarisalo (Mal.); lisa (Rote); kalis, kris (Papua Barat); dan
sebagainya. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini dikenal dengan nama-nama Bengal
almond, Indian almond, Malabar almond, Singapore almond, Tropical almond, Sea
almond, Beach almond, Talisay tree, Umbrella tree, dan lain-lain. Pohon
besar, tingginya mencapai 40 m dan gemang batang sampai 1,5 m. Bertajuk
rindang dengan cabang-cabang yang tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat;
pohon yang muda sering nampak seperti pagoda. Pohon-pohon yang tua dan besar
acap kali berbanir (akar papan), tingginya bisa hingga 3 m. Daun-daun
tersebar, sebagian besarnya berjejalan di ujung ranting, bertangkai pendek
atau hampir duduk. Helaian daun bundar telur terbalik, 8–25(–38) x 5–14(–19)
cm, dengan ujung lebar dengan runcingan dan pangkal yang menyempit perlahan,
helaian di pangkal bentuk jantung, pangkal dengan kelenjar di kiri-kanan ibu
tulang daun di sisi bawah. Helaian serupa kulit, licin di atas, berambut
halus di sisi bawah; kemerahan jika akan rontok.
Puspa, seru,
atau medang gatal (Schima wallichii) adalah sejenis pohon penghasil kayu
pertukangan berkualitas sedang. Pohon ini termasuk ke dalam keluarga teh
(Theaceae), dan menyebar luas mulai dari Nepal, melalui Asia Tenggara,
hingga ke Papua Nugini. Disebut medang gatal karena pohon ini memiliki
lapisan semacam miang di bawah pepagannya, yang keluar berhamburan ketika
digergaji dan menimbulkan rasa gatal di kulit. Nama spesiesnya diberikan
untuk menghormati N. Wallich (1786 – 1854), ahli botani berkebangsaan Denmark yang
telah berjasa mengembangkan Kebun Raya Kalkuta. Pohon yang selalu hijau,
berukuran sedang hingga besar, mencapai tinggi 47 m. Batang bulat torak,
gemangnya hingga 250 cm namun biasanya jauh kurang dari itu; batang bebas
cabang hingga sekitar 25 m. Pepagan memecah dangkal sampai sedang, membentuk
alur-alur memanjang, coklat kemerahan hingga abu-abu gelap; sebelah dalam
berwarna merah terang, dengan lapisan ‘miang’ yang mengiritasi kulit. Daun
tersebar dalam spiral, bertangkai sekitar 3 mm; helai daun lonjong hingga jorong
lebar, 6–13 × 3–5 cm, pangkal bentuk baji dan ujung runcing atau meruncing,
dengan tepian bergerigi. Bunga tunggal di ketiak di ujung ranting, dengan dua
daun pelindung, berbilangan-5; kelopak menetap hingga menjadi buah; mahkota
putih, saling melekat di pangkalnya; benangsari banyak. Buah kotak hampir
bulat, diameter 2–3 cm, membuka dengan 5 katup; biji dikitari oleh sayap.
Waru atau baru
(Hibiscus tiliaceus, suku kapas-kapasan atau Malvaceae), juga dikenal sebagai
waru laut telah lama dikenal sebagai pohon peneduh tepi jalan atau tepi
sungai dan pematang serta pantai. Walaupun tajuknya tidak terlalu rimbun,
waru disukai karena akarnya tidak dalam sehingga tidak merusak jalan dan
bangunan di sekitarnya. Waru dapat diperbanyak dengan distek. Tumbuhan ini asli
dari daerah tropika di Pasifik barat namun sekarang tersebar luas di seluruh
wilayah Pasifik dan dikenal dengan berbagai nama: hau (bahasa Hawaii), purau (bahasa Tahiti),
beach Hibiscus, Tewalpin, Sea Hibiscus, atau Coastal Cottonwood dalam bahasa
Inggris. Pohon kecil, tinggi 5–15 m. Di tanah yang subur tumbuh lebih lurus
dan dengan tajuk yang lebih sempit daripada di tanah gersang. Daun
bertangkai, bundar atau bundar telur bentuk jantung dengan tepi rata, garis
tengah hingga 19 cm; bertulang daun menjari, sebagian tulang daun utama
dengan kelenjar pada pangkalnya di sisi bawah daun; sisi bawah berambut
abu-abu rapat. Daun penumpu
bundar telur memanjang, 2,5 cm, meninggalkan bekas berupa cincin di ujung
ranting.
|
Rabu, 29 Agustus 2012
Tanaman Peneduh
Kamis, 19 Juli 2012
Arti Tembang Lir Ilir
Lir Ilir
]Lir ilir
lir ilir tanduré wis sumilir
Tak ijo royo – royo taksengguh temantèn anyar
Bocah angon bocah angon pènèkna blimbing kuwi
Lunyu – lunyu pènèkna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumitir bedhahing pinggir
Dondomona jlumatana kanggo séba mengko soré
Mumpung padhang rembulané
Mumpung jembar kalangané
Ya suraka surak horé
Lagu ini konon kabarnya merupakan ciptaan sunan Kalijaga, ada juga
yang berpendapat hasil karya sunan Bonang, lirik tembang atau lagu ini
dulunya diciptakan untuk mediasi dan wahana dakwah Islam oléh para Walisanga,
pendekatan budaya seperti ini dilakukan karena masyarakat Jawa kala itu masih
kuat dengan tradisi Hindu. Maka untuk menyampaikan ajaran Islam di tengah –
tengah masyarakat Jawa, maka dirasa perlu untuk mendekatinya melalui budaya
salah satunya adalah melalui bahasa Jawa itu sendiri. Sebenarnya yang ingin
disampaikan dalam lirik lagu tersebut adalah ;
Secara
garis besar bisa ditarik kesimpulan begini :
Lirik ini
mengabarkan dan mengajak kepada masyarakat Jawa tentang berita gembira telah
datangnya nabi terakhir yaitu Muhammad dangan membawa ajaran tauhid ISLAM,
yang siapapun berhak dan bisa mengimaninya tanpa ada perbedaan kasta,
kedudukan, kekayaan, karena dalam Islam setiap manusia sama di hadapan Allah
hanya ketaqwaan lah yang membedakannya, selagi manusia masih bernafas maka
pintu hidayah dan pintu tobat akan selalu terbuka.
|
11 Jenis Tembang Macapat
Kata tembang
‘nyanyian’ bersinonim dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal
dari kawi ( bahasa sansekerta ) yang berarti penyair. Kakawin berarti syair,
gubahan, kidung, nyanyian ( Mardiwarsito, 1981 :274 ).Kata kidung berarti
nyanyian sudah dikenal sejak terciptanya karya sastra jawa kuno. Sedangkan
kata tembang baru di jumpai dalam karya sastra jawa baru. Kemudian kata
kakawin, kidung dan tembang digunakan sebagai sebutan bentuk puisi jawa
secara kronologis. Kakawin merupakan sebutan puisi jawa kuno berdasarkan
metrum India, Kidung sebagi sebutan puisi jawa pertengahan berdasarkan metrum
Jawa dan tembang adalah sebutan puisi jawa baru berdasarkan metrum Jawa.
Berkaitan dengan kata tembang muncul kata macapat yang kemudian digabung menjadi tembang macapat. Kata macapat diperkirakan bukan berasal dari bahasa jawa kuno atau kawi dan bukan berasal dari bahasa jawa pertengahan atau jawa madya, melainkan berasal dari bahasa jawa baru ( Danusuprapta, 1981 : 151 ). Bahasa jawa baru adalah bahasa yang digunakan dalam karya sastra jawa pada akhir abad XVI masehi. Arti macapat menurut Poerwardarminta, adalah berarti tembang yang biasa digunakan atau terdapat dalam kitab-kitab jawa baru. Karseno Saputra mendefinisikan :"Macapat adalah karya sastra berbahasa jawa baru berbentuk puisi yang disusun menurut kaidah-kaidah tertentu meliputi guru gatra, guru lagu dan guru wilangan. ( Saputra, 1992 : 8). Menurut Budya Pradita :" macapat adalah puisi tradisi jawa yang ditembangkan secara vokal. Tanpa iringan instrumen apapun dengan patokan-patokan tertentu, meliputi patokan tembang dan patokan sastra." ( Purna, 1996 :3 ) Jadi dapat diambil kesimpulan berdasarkan definisi diatas, yang disebut tembang macapat adalah bentuk tembang yang merupakan bentuk puisijawa tradisional yang menggunakan bahasa jawa baru dengan memiliki aturan-aturan atau patokan-patokan sastra jawa
Ada beberapa
jenis tembang macapat. masing-masing jenis tembang tersebut memiliki aturan
berupa guru lagu dan guru wilangan masing-masing yang berbeda-beda. Yang
paling dikenal umum ada 11 jenis tembang macapat. Yaitu, Pucung, Megatruh,
Pangkur, Dangdanggula, dll. Lebih lengkap nya sebagai berikut:
1. Pangkur berasal dari nama punggawa dalam kalangan kependetaan
seperti tercantum dalam piagam-piagam berbahasa jawa kuno. Dalam Serat
Purwaukara, Pangkur diberiarti buntut atau ekor. Oleh karena itu Pangkur
kadang-kadang diberi sasmita atau isyarat tut pungkur berarti mengekor dan
tut wuntat berarti mengikuti.
2. Maskumambang berasal dari kata mas dan kumambang. Mas dari kata
Premas yaitu punggawa dalam upacara Shaministis. Kumambang dari kata Kambang
dengan sisipan – um. Kambang dari kata Ka- dan Ambang. Kambangselain berarti
terapung, juga berarti Kamwang atau kembang. Ambang ada kaitannya dengan
Ambangse yang berarti menembang atau mengidung. Dengan demikian, Maskumambang
dapat diberi arti punggawa yang melaksanakan upacara Shamanistis, mengucap
mantra atau lafal dengan menembang disertai sajian bunga. Dalam Serat
Purwaukara, Maskumambang diberi arti Ulam Toya yang berari ikan air tawar,
sehingga kadang-kadang di isyaratkan dengan lukisan atau ikan berenang.
3. Sinom ada hubungannya dengan kata Sinoman, yaitu perkumpulan para
pemuda untuk membantu orang punya hajat. Pendapat lain menyatakan bahwa Sinom
ada kaitannya dengan upacara-upacara bagi anak-anak muada zaman dahulu. Dalam
Serat Purwaukara, Sinom diberi arti seskaring rambut yang berarti anak
rambut. Selain itu, Sinom juga diartikan daun muda sehingga kadang-kadang
diberi isyarat dengan lukisan daun muda.
4. Asmaradana berasal dari kata Asmara dan Dhana. Asmara adalah nama
dewa percintaan. Dhana berasal dari kata Dahana yang berarti api. Nama
Asmaradana berkaitan denga peristiwa hangusnya dewa Asmara oleh sorot mata
ketiga dewa Siwa seperti disebutkan dalam kakawin Smaradhana karya Mpu
Darmaja. Dalam Serat Purwaukara, Smarandana diberi arti remen ing paweweh,
berarti suka memberi.
5. Dhangdhanggula diambil dari nama kata raja Kediri, Prabu
Dhandhanggendis yang terkenal sesudah prabu Jayabaya. Dalam Serat Purwaukara,
Dhandhanggula diberi arti ngajeng-ajeng kasaean, bermakna menanti-nanti
kebaikan.
6. Durma dari kata jawa klasik yang berarti harimau. Sesuai dengan
arti itu, tembangDurma berwatak atau biasa diguanakan dalam suasana seram.
7. Mijil berarti keluar. Selain itu , Mijil ada hubungannya dengan
Wijil yang bersinonim dengan lawang atau pintu. Kata Lawang juga berarti nama
sejenis tumbuh-tumbuhan yang bunganya berbau wangi. Bunga tumbuh-tumbuhan itu
dalam bahasa latin disebut heritiera littoralis.
8. Kinanthi berarti bergandengan, teman, nama zat atau benda , nama bunga. Sesuai arti
itu, tembang Kinanthi berwatak atau biasa digunakan dalam suasana mesra dan
senang.
9. Gambuh berarti ronggeng, tahu, terbiasa, nama tetumbuhan.
Berkenaan dengan hal itu, tembang Gambuh berwatak atau biasa diguanakan dalam
suasana tidak ragu-ragu.
10.
Pucung adalah nama biji
kepayang, yang dalam bahasa latin disebut Pengium edule. Dalam Serat
Purwaukara, Pucung berarti kudhuping gegodhongan ( kuncup dedaunan ) yang
biasanya tampak segar. Ucapan cung dalam Pucung cenderung mengacu pada
hal-hal yang bersifat lucu, yang menimbulkan kesegaran, misalnya kucung dan
kacung. Sehingga tembang Pucung berwatak atau biasa digunakan dalam suasana
santai.
11.
Megatruh berasal dari awalan
am, pega dan ruh. Pegat berarti putus, tamat, pisah, cerai. Dan ruh berarti
roh. Dalam Serat Purwaukara, Megatruh diberi arti mbucal kan sarwa ala (
membuang yang serba jelek ). Pegat ada hubungannya dengan peget yang berarti
istana, tempat tinggal. Pameget atau pamegat yang berarti jabatan. Samgat
atau samget berarti jabatan ahli, guru agama. Dengan demikian, Megatruh
berarti petugs yang ahli dalam kerohanian yang selalu menghindari perbuatan
jahat. Ada pula yang memasukkan tembang gede dan tembang tengahan ke
dalam macapat. Tembang-tembang tersebut antara lain
a. Wirangrong berarti trenyuh ( sedih ), nelangsa ( penuh derita ),
kapirangu ( ragu-ragu ),.Namun dalam teks sastra, Wirangrong digunakan dalam
suasana berwibawa.
b. Jurudemung berasal dari kata juru yang berarti tukang, penabuh,
dan demung yang berarti nama sebuah perlengkapan gamelan. Dengan demikian,
Jurudemung dapat berarti penabuh gamelan. Dalam Serat Purwaukara, Jurudemung
diberi arti lelinggir kang landep atau sanding (pisau) yang tajam.
c. Girisa berarti arik (tenang), wedi (takut), giris (ngeri). Girisa
yang berasal dari bahasa Sansekerta, Girica adalah nama dewa Siwa yang
bertahta di gunung atau dewa gunung, sehingga disebut Hyang Girinata. Dalam
Serat Purwaukara, Girisa diberi arti boten sarwa wegah, bermakna tidak serba
enggan, sehingga mempunyai watak selalu ingat.
d. Balabak, dalam Serat Purwaukara diberi arti kasilap atau terbenam.
Apabila dihubungkan dengan kata bala dan baka, Balabak dapat berarti pasukan
atau kelompok burung Bangau. Apabila terbang, pasukan burung Bangau tampak
santai. Oleh karena itu tembang Balabak berwatak atau biasa digunakan dalam
suasana santa
( sumber
www.macapat.4t.com)
|
Langganan:
Postingan (Atom)